Tuesday, August 27, 2013

Independence Day Run 2013

August 27, 2013 0 Comments
Independence Day Run 2013 diadakan dalam rangka memeriahkan dan memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus. Kali ini Independence Day Run 2013 diadakan atas kerja sama antara pihak Istana Presiden Republik Indonesia, TNI, POLRI, Kementerian terkait, dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) bermitra dengan Garuda Finishers selaku partner organizer. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 25 Agustus 2013 dengan jarak 17 kilometer (17K) dan 8 kilometer (8K) yang diikuti oleh 45.000 pelari.

Para peserta lomba lari inipun dibagi menjadi 2 kategori. Yaitu, katerori 17K (Kilometer), dan 8K. Pihak panitia pun membedakan kedua kategori ini berdasarkan baju yang dikenakan. Untuk pelari di kategori 8K mereka menggunakan kaos berwarna putih, sedangkan untuk pelari kategori 17K mereka menggunakan kaos berwarna merah. Kaos yang digunakan oleh para pelari inipun dibagikan secara cuma-cuma alias gratis oleh pihak panitia. Selain kaos, pihak panitia juga memberikan snack dan juga kupon undian untuk beragam jenis hadiah, dengan Doorprize 2 buah mobil suzuki Ertiga.
Rute lari pun akan menggunakan rute Car Free Day yang dimulai di depan Istana Merdeka. Untuk lari 17K akan melintasi Jalan Thamrin, Semanggi, Sudirman, Sisingamangaraja, kemudian berputar di depan sekolah Al-Azhar dan kembali melintasi sisi jalan berlawanan hingga berakhir di Silang Monas melalui Pintu Barat Daya. Sedangkan untuk lari 8K sendiri akan berputar di depan Chase Plaza dan kembali dengan finish yang sama di Silang Monas.

Acara yang berlangsung sampai menuju siang hari ini pun berjalan dengan sangat meriah. Selain karena ada undian berhadiah, disini juga dimeriahkan oleh berbagai penyanyi ibukota. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta dengan Ibu Negara Ani Yudhoyono juga hadir dan ikut “mengalungkan” medali untuk pelari yang pertama kali mencapai garis finish.
Acara inipun dapat menarik perhatian masyarakat, bukan hanya anak-anak muda yang semnagat menjadi salah satu peserta dalam acara ini. Para ibu dan bapak bahkan yang sudah lansia pun masih semangat mengikuti acara ini. Acara ini pun dapat menjadi salah satu ajang pembangkit rasa persatuan dan persaudaraan di Indonesia. Dan bagi anak-anak muda, acara ini dapat menjadi niai positif tersendiri. Bagaimana bisa mempelajari nilai kebersamaan dan ketidak mudah putus asaan.
Secara keseluruhan saya sangat mengapresiasi atas kerjasama pihak panitia Independence Day Run 2013. 

Hanya saja saya mempunyai sedikit catatan yang mungkin bisa jadi bahan pertimbangan untuk kesempurnaan acara serupa nantinya.
Hal yang saya keluhkan adalah masalah kebersihan di sekitar rute lomba, hal ini disebabkan dengan adanya titik air di Km ke 3 dan Km ke-6 (kalau tidak salah, kebetulan saya masuk kategori 8K), di titik-titik inilah para peserta lomba lari akan dibagikan air mineral dari pihak panitia secara gratis, namun saya pihak panitia tidak menyediakan tempat sampah disepanjang jalan. Hal ini tentu saja menybabkan kami bingung untuk membuang gelas bekas air mineral yang dibagikan oleh panitia. Selain tentu saja gelas bekas air mineral yang berserakan dijalan juga dapat membahayakan para peserta lari itu sendiri. Maka tak heran ketika sudah banyak peserta lomba lari yang minum air mineral kemasan dan melewati rute tersebut, keadaan sepanjang jalan menjadi becek dan kotor.

Dan hal ini kembali saya temui ketika penukaran snack setelah garis finish. Kebetulan saat itu para peserta lomba diberika pisang oleh panita dan beberapa kue-kue lainnya. Namun sayang, lagi lagi saya tidak menemukan keberadaan tempat sampah. Mungkin ada, tapi memang jumlah nya tidak sebanding dengan jumlah sampah yang seharusnya dapat ditampung. Alhasil, jalanan menjadi licin dan membahayakan orang yang melewatinya.
1377485843103537578
gambar berserakannya gelas air minum dalam kemasan

Namun jujur saja, terlepas dari masalah kebersihan yang masih harus dibenahi. Saya sangat menghargai 
susunan acara yang dibuat oleh panitia. Yaaahhh kalaupun nanti akan ada lagi Independence Day Run 2014, setidaknya masalah kebersihan bisa lebih diperhatikan.

 *Tidak ada maksud untuk merugikan atau menguntungkan pihak manapun. Saya hanya mencoba untuk dapat menyuarakan aspirasi saya dimuka umum. Terima kasih telah membaca. Silakan tinggalkan komentar dan saran jika anda berkenan.
 

Twitter: @dinaaoktaviana

Pelajaran hidup dibalik sebuah novel Moga Bunda Disayang Allah

August 27, 2013 0 Comments
Pelajaran hidup memang bisa didapat darimana saja, tak terkecuali didalam sebuah novel. Iyaaaa dan kali ini saya akan memberikan review dari novel Moga Bunda Disayang Allah ciptaan salah satu penulis laris di Indonesia, Tere-Liye. Baru-baru inipun novel ini dibuat film nya oleh sutradara Indenesia Jose Poernomo. Terlepas dari banyak pro dan kontra yang ada di masyarakat tentang penggarapan film ini, saya saat ini lebih tertarik untuk mengulas bahwa sebenarnya banyak makna yang bisa digali dari novel ini.

Jika kita melihat trailer film ini, maka pertama kali kalian akan disuguhkan dengan narasi yang cukup “menggelitik” di telinga. Narasi yang disampaikan serasa pernah dialami dikehidupan nyata, khususnya bagi kita yang sering berkeluh-kesah pada Tuhan.
“Apakah harapan itu ada? jika iya, terlalu muluk-kah kami mengharapkannya?. Dan demi Allah, apakah hidup itu adil?, dimanakah letak keadilannya?”
Isi dari novel secara keseluruhan memang dibuat sama dengan filmnya, hanya saja di film nya ada beberapa kejadian yang tidak dijelaskan, namun tetap tidak mengurangi estetika dari cerita itu sendiri.
Novel karya Tere Liye ini memang memiliki cerita yang sangat sederhana, namun sekali lagi memiliki makna yang sangat mendalam jika “diresapi”. Bercerita tentang kisah seorang anak perempuan bernama Melati yang bisu, tuli, dan buta. yang berusaha untuk kembali mengenal orang tua, khususnya bunda dan Tuhannya, setelah sekian lama hidup dalam kegelapan dan kesunyian dunia. Awalnya Melati adalah anak yang normal seperti anak-anak lainnya, namun saat ia tengah berlibur di pantai bersama orang tauanya, ia mengalami kecelakaan. Sejak saat itulah hidup Melati berubah menjadi suram 180derajad. Orang tua nya pun sudah melakukan berbagai macam pengobatan, demi menyembuhkan putri “semata wayangnya” itu, namun apa hendak dikata, Melati tak kunjung sembuh, bahkan tak ada perkembangan sedikitpun tentang kondisi Melati. Sampai diokter yang menanganinya pun menganggap Melati gila, tentu saja karna Melati sering berteriak-teriak, dan bahkan makan dengan tidak sewajarnya orang waras.
Singkat cerita, orang tua Melati meminta pertolongan oleh Karang. Seorang pemuda yang awalnya selalu membawa keceriaan anak-anak disekitarnya, dan sangat mencintai anak-anak. Namun semua berubah ketika Karang yang saat itu mengajak anak-anak sebanyak 18 orang untuk berwisata air, namun terjadi sebuah kecelakaan di laut. Karang pun tak berhasil menyelamatkan salah satu dari mereka, tak terkecuali Qintan. Dia adalah salah satu murud yang amat sangat dicintai oleh Karang. Dan kejadian inilah yang akhirnya membuat karang menjadi berubah 180 derajad.
Dalam kalimat ini dapat ditarik hikmahnya bukan?. Siapapun yang ingin keluar dari belenggu atau maslah hidup di dunia, bahkan tentang impian hidupnya, maka hanya dirinya sendirilah yang dapat mengubahnya.  Tentu saja dengan segala upaya dan doa didalamnya yang dilakukan secara beriringan.
Dalam novel ini benar-benar dijabarkan bagaimana perjuangan Melati untuk dapat sembuh dari penyakit yang membelenggunya saat itu. Bagaimana perjuangan Karang menjadi manusia baik kembali. Serta bagaimana perjuangan Bunda untuk memberikan semangat pada Melati.
“Keinginannya lah yang membuatnya bisa berlari! Aku hanya bercerita tentang banyak hal yang membuatnya mengerti tentang makna berusaha, proses belajar dan mimpi” yah dari kata-kata ini dapat ditarik kesimpulan kalau dengan usaha semua yang tak mungkin akan memeiliki kesempatan berubah menjadi mungkin, bukan?
Novel ini benar-benar mengisnpirasi saya pribadi dan mungkin ribuan orang diluar sana yg telah membaca novel atau menonton film nya.
Kata-kata super hebat yang ditulis pengarang di dalam novel ini yang seolah “menampar” kita bagaimana kebaikan Tuhan yang diberikan pada kita, yang terkadang kita acuhkan dan tidak disadari:
“Terima Kasih, Ya Tuhan!
Mungkin kami tidak akan pernah mengerti dimana letak keadilanmu dalam hidup. Karena mungkin kami terlalu bebal untuk mengerti, terlalu Bodoh!.
Tapi kami tahu satu hal, malam ini kami meyakini satu hal, engkau sungguh bermurah hati. Engkau maha pemurah atas seluruh hidup dan kehidupan.”

Twitter: @dinaaoktaviana

Antara Skill dan Tittle

August 27, 2013 0 Comments
Semakin hari pertarungan mencapai kesuksesan dalam karir menjadi hal yang sangat melelahkan.
Mereka yang memiliki ijazah D3 atau S1 lah yang kemudian seringkali memenangkan pertandingan. Berbekal ijazah D3 atau S1 dari universitas didalam maupun luar negeri, menjadi senjata bagi mereka untuk mendapatkan jabatan yang srategis dan berhasil mengantarkan mereka pada “gerbang” kesuksesan dalam karir.

Sementara mereka yang hanya tamatan SMA/sederajad hanya berhasil menempati posisi sebagai cleaning service atau sebagai pramuniaga pusat perbalanjaan. Menakutkan? Iya memang! Tapi inilah fakta yang terjadi. Meskipun ada sebagian juga mereka yg hanya tamatan
SMA/sederajad berhasil masuk kedalam dunia “kantor”. Terlepas dari usaha dan upaya yang diusahakan masing-masing individu.

Bukan berarti mereka yang hanya tamatan SMA/sederajad tidak bisa sukses. Karna banyak juga tamatan SMA/sederajad yang sukses menjadi wirausaha. Tapi memang kali ini saya hanya akan membahas kemungkinan para tamatan SMA/sederajad untuk berhasil berstatuskan karyawan “kantoran”.

Pada kenyataannya perusahaan di Indonesia menempatkan gelar pendidikan di urutan teratas ketika mencari kandidat karyawan baru. Dan skill atau keahlian menjadi hal dibawahnya. Hal ini menjadi sangat miris ketika banyak orang yang memiliki skill atau keahlian yang mempuni namun nyatanya memiliki keterbatasan secara materi, dan tidak mampu melanjutkan kejenjang perguruan tinggi.
Apalagi ketika beasiswa yang diberikan pemerintah atau swasta hanya terbatas pada tingkat kepandaian seseorang. Bagaimana nasibnya mereka yang tidak terlalu pintar dan memiliki skill atau keahlian?. Mereka hanya bisa “gigit jari”.

Padahal pada kenyataanya skill atau keahlian yang dimiliki seseorang tidak “bergaris lurus” dengan tingkat kepintaran seseorang
Padahal mereka yang hanya tamatan SMA/sederajad terkadang memiliki keahlian, dan kemauan kerja diatas mereka yang memiliki gelar pendidikan.
Contohnya adalah saya, sejak lulus s
SMK saya sangat mencintai dunia tulis menulis dan ingin bekerja di dunia pertelevisian sebagai reporter atau menajdi seorang pembaca berita. Namun kualifikasi nya adalah harus berijazahkan S1. Sementara saya? Hanya berasal dari keluarga biasa saja yg hanya bisa menyekolahkan saya sampai jenjang SMK.

Karna alasan itulah saya melanjutkan kuliah saya setelah saya menundanya selama satu tahun. Dan semua saya lakukan demi masuk kedalam kualifikasinya!.
Saat ini saya memang mengambil kelas karyawan, karna memang saya juga bekerja sebagai administrator di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Dan saat ini masih di semester 3.
Saya pribadi cukup menyayangkan kenapa orang-orang seperto saya yang masih kuliah tidak diperbolehkan memdaftar. Padahal saya meyakini setiap orang akan “bisa” jika dia mau belajar dan diberikan kesempatan.
Meskipun tak sedikit yang menyarankan saya untuk fokus di kuliah saya dan menjalani pekerjaan saya yang sekarang sampai pada akhirnya saya berhasil mendapatkan ijazah S1 saya. Namun saya seperti terbius oleh kata-kata “kalau bisa sukses saat muda kenapa harus menunggu tua?”. Dan saya pun meyakini kat-kata tersebut.

Saya hanya berharap ketika ada para petinggi-petinggi perusahaan (khususnya yg bergerak di dunia pertelevisian) yang membaca artikel sederhama saya ini dapat mendengarkan curahan hati kami.
Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud “mengecilkan” pihak manapun. Saya hanya mencoba menyuarakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan siapapun yang hanya tamatan SMA/sederajat untuk tidak putus semangat. Karna cita-cita atau impian hanya butiran debu bila tak diimbangi usaha dan doa.

Semoga kesuksesan menghampiri kita semua. Amieen


Twitter: @dinaaoktaviana

Monday, August 26, 2013

Generasi Muda & Perubahan

August 26, 2013 0 Comments
Semakin lama permasalahan yang terjadi di indonesia menjadi keprihatinan tersendiri bagi generasi muda Indonesia. Dengan berbgai macam cara mereka berusaha membenahi Indonesia. Demonstrasi yang sebelumnya identik dengan generasi muda, pendapat dan perubahan pun bisa menjadi aksi yang kurang tepat. Bukan tanpa alasan mengapa saya menilai kurang tepat, hal ini tentu saja terkait karna seringkali demonstrasi berakhir pada kericuhan. Bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian menjadi hal yang lumrah terjadi belakangan ini. Bahkan aksi mogok makan atau jahit mulut pun tak lagi efektif!. Pemerintah seakan tak lagi “menggubris” aspirasi masyarakatnya, walaupun mereka rela melakukan hal ekstrim untuk satu perubahan. Sekalipun itu perubahan kecil.

Lagipula untuk apa kita meyusahkan diri dan menyakiti diri sedniri dengan aksi mogok makan dan jahit mulut kalau tak ada hasilnya. Tapi bukan berarti kita sebagai generasi muda lantas berdiam diri dan menunggu pemerintah yang memulai perubahan tersebut. Karna untuk saat ini rasanya cukup sulit ada wakil rakyat yang mengerti keinginan dari rakyat nya sendiri.

Sepertinya kita sebagai generasi muda harus mulai berfikir smart. Bagaimana caranya agar aksi kecil sekalipun bisa membawa perubahan.
Salah satunya adalah dengan mulai bergabung pada komunitas-komunitas non profit untuk anak-anak muda yang menginginkan perubahan di negeri nya sendiri, Indonesia tercinta!. Saat ini banyak sekali komunitas-komuitas yang didirikan atas kepedulian generasi muda. Mereka yang memiliki Visi dan Misi yang sama untuk membuat sebuah perubahan.

Ada banyak komunitas-komunitas macam ini sekarang, tapi kali ini saya akan mencoba untuk membahas tentang Indonesian Future Leader (IFL) dan kegiatan inspiratif yang di selenggarakan.
Berikut adalah profil IFL:
Indonesian Future Leaders (IFL) Berdiri secara resmi sebagai sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang digerakkan oleh kamu muda, pada tahun 2009, oleh sekelompok anak muda usia 17-18 tahun yang terdiri atas: M. Iman Usman, Niwa Rahmad Dwitama, Andhyta Firselly Utami, Rafika Primadesti, Dian Aditya Ning Lestari, Stephanie Hardjo, dan Audry Maulana. Mereka percaya bahwa untuk memajukan Indonesia, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat, termasuk pemuda. Sejarah membuktikan bahwa pemuda adalah elemen penting dalam mencapai kemerdekaan, dan juga dalam menggulirkan perubahan bagi bangsa ini. Perubahan zaman yang berdampak pada kemajuan di berbagai aspek, diyakini sebagai sebuah tantangan dan juga peluang bagi mereka untuk berbuat sesuatu untuk memajukan bangsa, melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas kaum muda sebagai penerus tongkat estafet bangsa ini. Untuk membawa perubahan, dibutuhkan wadah yang dapat menampung gagasan dan pemikiran, serta menjadi kendaraan dalam melakukan aksi, dan memberikan dampak bagi masyarakat.   Melalui, Indonesian Future Leaders, diharapkan akan lahir generasi muda Indonesia yang capable dan berdampak bagi perubahan positif di masyarakat, sehingga kaum muda, tidak hanya menjadi objek dari pembangunan, tapi juga menjadi motor penggerak dari pembangunan itu sendiri.
Saya sendiri pertama kali mengetahui profil IFL dan program-progamnya pertama kali dari salah satu talkshow di salah satu stasiun televisi swasta. Ketika itu Iman Usman selaku Founder IFL yang menjadi narasumber. Kemudian beberapa bulan kemudian saya menghadiri sebuah seminar di salah satu kawasan jakarta selatan, dan disana tanpa saya duga pembicaranya adalah Iman Usman.

Sosok yang selama ini saya kagumi karena jejak suksesnya dalam kegiatan perubahan generasi muda dan IFL. Namun memang disayangkan saat itu saya tidak memberanikan diri untuk berbagi pengalaman dengannya, karna saat itu status saya masih belum jelas (sudah lulus SMK tapi blm kuliah, krn memang kuliah saya pending 1 thn), dan inilah yg menjadi penyesalan saya, karna kesempatan tidak datang untuk kedua kali.

Belakangan saya mengetahui kalau IFL memiliki program Parlemen muda, dimana mereka mengumpulkan anak muda dari berbagai provisnsi di indonesia untuk menjadi finalis inti. Kemudian nantinya para finalis ini akan merasakan seolah olah menjadi “wakil rakyat”. Disini pun para finalis akan membahas tentang isu isu sosial yang ada dimasyarakat. Menarik bukan?

Kalau kalian tertarik dengan Parlemen Muda ini silakan mengunjungi http://parlemenmuda.org untuk info lebih lengkapnya. Tapi memang untuk menjadi finalis Parlemen Muda tentu akan ada kualifikasi yang cukup tinggi, kalau menurut saya. Karna saya sudah mencoba mendaftar tapi belum berhasil masuk menjadi finalisnya.

Bergabung di komunitas semacam IFL ini bisa menjadi langkah cerdas untuk bisa membuat perubahan dan menyuarakan aspirasi. Sudah saatnya loh generasi muda berfikir cerdas. Demontrasi boleh saja tetap dilakukan untuk menyuarakan pendapat, tapi yang harus diingat adalah jangan sampai terjadi “bentrokan”. Dan alangkah lebih baiknya kalau demonstrasi (cara keras) dipadukan dgn ikut komuunitas perubahan (cara lembut) untuk membuat perubahan dengan aksi nyata.
 
Yukkk generasi-generasi muda sudah saatnya kita berpartisipasi dalam sebuah perubahan ke arah yg lebih baik!!!


twitter: @dinaaoktaviana

Siapa Itu Haji Lulung dan Bang Ucu?

August 26, 2013 0 Comments
Belakangan ini masyarakat dibuat “melongo” dengan perdebatan antara Wakil Gubenur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama Alias Ahok dengan anggota DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana Alias Haji Lulung. Hal ini tentu saja terkait masalah relokasi para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang berdagang di Tanah Abang.

Hal ini bermula ketika Ahok meminta para PKL Tanah Abang untuk berelokasi tempant berdagang mereka. Yang sebelumnya mereka berdagang di pinngir jalan atau trotoar pasar Tanah Abang untuk menempati Blok G pasar tanah abang. Namun para PKL ini seperti tidak “menggubris” perkataan Ahok selaku wakil gubernur. Kemudian dari sinilah disinyalir “ketidaktakutan” para PKL lantaran dibekingi oleh orang besar.

Menurut salah satu PKL yang tinggal tak jauh dari rumah saya mengatakan, kalau mereka enggan direlokasi karena blok G itu kerap banjir. Selain tentu saja karena mereka merasa aman tetap bersikeras tidak ingin direlokasi karena mereka sudah membayar uang sewa lahan tersebut, dan percaya bahwa oknum yang menerima uang mereka akan menyelesaikan permasalahan ini, sebut saja mereka yang dimaksud adalah oknum besar yang bermain dibelakang kasus ini.

Meskipun Ahok tidak menyebutkan nama, bahkan inisial dari oknum yang diduga membekingi para PKL ini, namun para awak media berhasil melacak siapa orang yang dimaksud oleh Ahok. Padahal ketika itu Ahok hanya mengungkapkan bahwa oknum yg dimaksud adalah salah satu anggota DPRD DKI.

Terlepas dari masalah yang berangsur angsur mengait keranah politik, saya tidak akan mengangkat masalah politik yang “tercium” dibalik permasalahn ini. Saya justru tertarik untuk menyoroti siapa itu Haji Lulung? yang kemudian menjadi Head Line disejumlah surat kabar cetak maupun online dan juga di televisi.

Saya tidak mengenal Haji Lulung secara personal, tapi saya tidak asing dengan namanya. Tentu saja karna rumah saya masih satu daerah dengan salah satu istri dari Haji Lulung. Saya pribadi sangat terkejut ketika melihat nama Haji Lulung berda di head line news salah satu surat kabar ternama.
Dilingkungan rumah saya Haji Lulung dikenal sebagai sosok yang dermawan, seringkali dia menyantuni para janda dan juga anak yatim. Bahkan kalau tidak salah dia juga sering memberikan bantuan untuk sarana dan prasarana di lingkungan rumah. Dan ketika itu wajahnya kerap kali berada di pamflet di lingkungan rumah saya, tentu saja untuk hal ini dikarenakan ketika itu dia mencalonkan dirinya sebagai anggota DPRD DKI dari fraksi PPP.

Salah satu hal yang saya ingat ketika mendengar nama Haji Lulung adalah bawa dia memili isteri lebih dari satu, tapi saya tidak tahu berapa jumlah pastinya. Dan saya juga tidak mau terlampau ambil pusing dengan julamlah dari istri-istrinya. Sekali lagi, saya lebih tertarik dengan sepak terjangnya.
Saya sempat membaca salah satu artikel yang ditulis di sebuah media online yang menyebutkan kalau Haji Lulung sebelumnya hanyalah seorang pengumpul kardus dan barang-barang bekas di Tanah Abang.

Dan yang membuat saya berfikir keras adalah, keberhasilan seorang mantan pengepul barang-barang bekas seperti Haji Lulung yang sekarang menduduki jabatan strategis di pemerintahan dan juga disebut sebut berhasil menjadi “Big Bos” di  Pasar Tanah Abang lantaran semua uang retribusi, mulai dari retribusi parkir dan juga penyewaan tempat dagang PKL disebut-sebut masuk kedalam kekuasaannya.

Kalau ingin merunut bagaimana seorang Haji Lulung bisa menjadi “Good Father” seperti sekarang ini mungkinkin kita harus melihat ke beberapa tahun silam tapat nya sekitaran tahun 1996 dimana pada saat itu terjadi peralihan kekuasaan.
Saat itu terjadi perang terbuka antara kelompok Timor pimpinan Hercules Rozario Marshal, sebagai penguasa Tanah Abang, dengan jawara Betawi Muhammad Yusuf Muhi alias Bang Ucu. Haji Lulung pun merapat ke kelompok Timor dan memberikan dukungannya kepada Hercules. Tapi sayangnya Hercules gagal mempertahankan kuasanya di Tanah Abang.
Tersingkirnya Hercules membuat Haji Lulung ketar-ketir. Dia menjadi ‘buronan’ kelompok Betawi, karena dinilai sebagai pengkhianat lantaran lebih mendukung Hercules. Tapi dia beruntung lantaran diselamatkan oleh Bang Ucu. Dia pun tetap berusaha untuk menjadi salah satu pemain utama, meski Hercules sudah tersingkir.

Pada tahun 2000, dia mengambil alih kekuasaan Bang Ucu dan menguasai usaha perparkiran dan pengamanan di Tanah Abang. Dia mendirikan PT Putrajaya Perkasa yang bergerak di dua sektor usaha tersebut. Bisnisnya pun kian menggurita dan mempekerjakan ribuan orang. Namun begitu, dia tetap rutin mengirim setoran kepada Bang Ucu tiap bulannya.
Mungkin sebagian besar orang tidak mengetahui siapa itu Bang Ucu?, dan mengapa perrannya juga cukup “strategis” dalam permasalahan ini?.

Bang Ucu adalah orang yang dituakan ketika itu, hal ini tentu saja terkait karena dia “memegang kekuasaan” Tanah Abang pada masa itu. Bang Ucu sebenarnya adalah penduduk asli di daerah Kebon Pala. Nah Kebon Pala sendiri letaknya tidak terlalu jauh dari pasar Tanah Abang. Bang Ucu termasuk orang yang disegani di lingskungan daerah rumah saya, dan orang yang menceritakan kepada saya siapa itu Bang Ucu juga mengenal sosoknya. Menurutnya Bang Ucu tidak terlalu menonjol dalam hal fisik. Tubuhnya tidak atletis. Cuma memang dia “jago” saat “beladiri”. Menurut sumber itu juga, saat ini Bang Ucu sudah tidak tinggal di daerah Kebon Pala, dan sekarang menetap di daerah pinggiran jakarta kalau tidak salah. Sama seperti Haji Lulung, Bang Ucu juga dikenal memiliki banyak istri. Bahkan kabarnya 6 istrinya tersebut rumahnya “dijejerin” di daerah Kebon Pala.

Beberapa tahun yang lalu rupaya Bang Ucu pernah datang ke daerah rumah saya, berhubung saat itu ada rekannya Bang Ucu yang menikahkan anaknya. Tapi sayang, saat itu nama Bang Ucu belum sepopuler sekarang. Jadi saya tidak sempat melihatnya.
Sebenarnya dalam kasus ini, Ahok juga ada benarnya, memang jalanan di Tanah Abang harus dibenahi, karena mcet parah. Apalagi saat-saat tertentu seperti lebaran. Namun hendaknya pemerintah khususnya pemprov ataupun pihak terkait juga harus peka dengan keaadan tempat pasca relokasi, sebut saja keadaan blok G yang dikeluhkan para PKL yang sering banjir. Mungkin alangkah lebih baiknya jika blok G dibuat layak huni, kalau misalnya banjir kan juga para PKL yang harus menanggung kerugian. Dan saya juga berpesan sebagai masyarakat biasa, agar mereka atau oknum yang berdiri dibalik PKL untuk jangan mempersulit relokasi. Walau biar bagaimanapun para PKL sudah menjadi “ladang” rejeki bagi mereka, tetapi kalau jalan yang macet kan tidak sedikit masyarakat yang dirugikan baik secara waktu ataupun materi. Lagipula kalaupun jalan lancar kan kita juga yang menikmatinya.

* Kalau kalian bertanya-tanya kenapa saya cukup mengenal nama Haji Lulung dan Bang Ucu, tentu saja karna saya tinggal tidak jauh dari kediaman istri Haji Lulung, kediaman Bang Ucu, dan pasar tanah abang. Saya sendiri adalah asli keturunan betawi. Dan keluarga saya sudah lebih dari 60 tahun tinggal di daerah tanah abang.
* Dan semua yang saya jelaskan tentang kedua sosok yang sedang menjadi “trending topic” ini adalah hasil dari cerita orang dekat saya dan juga disadur dari media online.


twitter: @dinaaoktaviana

Follow Us @soratemplates